Bel kantor
berdering keras tepat pukul 1200. Waktunya sayaberburu makan siang. Tidak
banyak tempat yang buka di bulan puasa, hanya adasatu warung nasi kecil, warung
mi, dan kafetaria kecil. Saya putuskan untukmampir di warung mi, ini kali
ketiga saya makan disini bulan ini. Setelahmemesan menu kari kesukaan saya,
saya mengintip di balik tirai penutup seoranganak muda, mungkin masih
mahasiswa, duduk makan. Sebut saja anak muda ini si Boy. Si Boy tampaknya
berasal dari golongan mampu, melihat tampangnya yang agak gemuk, dan motornya
yang lumayan berkelas.
Beberapa saat
kemudian si Boy keluar dari penutup dan berjalan menuju si penjual. Bayar makan
pastinya. Tanpa maksud menguping sayamendengar si Boy bertanya pelan pada si
penjual:”Si Bapak itu sudah bayar?”.Saya yakin anda bias menebak apa yang akan
dilakukan si Boy! Kalau belum, simaksaja. Ya, saya bergegas menuju bangku
kosong tempat si Boy duduk tadi. Danbenar, di sebelah saya ada seorang kakek
tua, mungkin usia diatas 65. Duduk makan beberapa gorengan.
Tak lama kakek
pun keluar menuju si penjual untuk membayar makanannya. Baru saja menyodorkan
uang beberapa lembaran seribu dan dua ribu,si penjual langsung berkata:”Atos pa
atos dibayarkeun ku budak eta.” Yang artinya:”Sudah Pa, sudah dibayarkan oleh
pemuda itu!” Saya tidak bisa melihat ekspresi si kakek yang tertutup tiang
gerobak si penjual. Yang pasti si kakek sekarang sedang bersyukur dengan hal
ini, dan mendoakan si Boy.